Pages

Selasa, 26 Oktober 2021

Pola Merajut Baju Knitting Gratis (Free) : Mamaika Tee

Balik lagiii!!!! Kali ini dengan konten merajut.
Ini lanjutan dari pos gue sebelumnya soal belajar merajut knitting dari Youtube, di mana gue sebenernya nggak ngajarin apa-apa siiiy, cuma kasih tautan video Youtube milik orang lain, yang gue harap bisa memperkenalkan kalian dengan dunia merajut knitting. Di youtube memang banyak banget orang baik yang membagikan teknik-teknik merajut beneran dari nol sampai jadi. Waktu gue pos itu, kondisi belum kayak sekarang ya, karena dipos di 2019. Naaah... Saat ini gue ingetin lagi, berharap kalau-kalau ada yang tertarik dan dapat ilmu baru, dan kali aja bisa jadi sumber penghasilan kaaan....

Setelah itu, buat yang sudah mulai praktik merajut knitting dan mungkin sudah terbiasa merajut melingkar (kayak bikin topi, cowl, atau baju), gue punya pola buat bikin baju yang simpel tapi enak buat dipakai, cocok buat iklim tropis kayak di Indonesia ini, dengan benang yang dapat dibeli di penjual benang lokal dengan harga terjangkau.


MAMAIKA TEE


Pola hak cipta milik Martina.


Nama pola ini Mamaika Tee karena gue sebenarnya membuat baju ini pertama kali buat mamanya temen gue, Ika. hahahaha. Cara rajutnya dari atas ke bawah, dimulai dari leher ke bahu, lalu nanti dipisah untuk masing-masing lengan. Stitches untuk lengan dipindah dahulu dengan benang sisa sementara kita lanjut merajut badan secara melingkar sampai selesai. Setelah bagian badan selesai, kerjakan bagian lengannya satu persatu sampai selesai. Selesai deh. Simpel kan?

Benang:
  • Qiuknit Kasmilon Fingering (Benang Utama)
  • Ichkler Cotton Lace (Benang bagian Yoke)
Bisa pakai dua benang berukuran fingering, mau dua-duanya warna polos atau satu sembur satu polos. Bahan bisa diganti benang bambu, benang katun, benang rayon, boleh. Asal ukuran fingering. Kalau pakai lace nanti bajunya jadinya bolong-bolong karena rajutannya terlalu longgar. Kalau mau pakai kamisol di dalamnya sih boleh-boleh aja tapi ya. 

Jarum:
  • 40 cm circular needle 3,75mm 
  • 120 cm circular needle 3,75mm
  • DPN 3,25 mm buat bind off, atau jarum jahit kalau mau pakai tubular bind off.
Perlengkapan tambahan:
  • 3 marker (bisa pakai apa saja. Kalau gue pakai potongan sedotan dipotong setipis mungkin). Untuk BOR mending pakai marker beda dari yang lain. Kalau gue pakai sedotan boba, sedangkan sisanya pakai sedotan kopi hehehe.
  • 3 benang sisa dengan ukuran benang sedikit lebih besar dari benang yang kamu rajut, seukuran lingkar lengan lebih sedikit 2 benang dan seukuran lingkar badan lebih sedikit 1 benang. Fungsinya buat menahan rajutan lengan ketika kita merajut badan, dan menahan rajutan badan kalau kita mau fitting. Karena kita pakai benang fingering, enakan pakai benang DK untuk benang ini. Gue pakai sisa benang soft cotton big ply dari Moon and Yarn.
  • Jarum jahit untuk memasang benang untuk menahan rajutan. 
  • Jarum rajut ukuran lebih kecil dari yang dipakai untuk merajut, bisa pakai DPN 3,25 mm atau circular needle, tergantung ketersediaan di rumah. Fungsinya untuk mengembalikan rajutan yang ditahan benang sisa ke jarum rajut utama.

Gauge:
23 stitch x 24 rows = 10 cm x 10 cm belum diblok.

Singkatan:
BOR : Beginning of Round (stitch pertama setiap baris)
K : Knit
P : Purl
M1L : Make 1 Left
M1R : Make 1 Right
K2Tog : Knit 2 together
SKK : Slip-slip Knit 
 

Minggu, 11 Juli 2021

[SHARING] Ketika Nana Operasi Miomektomi

 Halo!!!

Lama nggak jumpa!!!

Iya, banyak banget yaaa hal-hal yang terjadi dua tahun belakangan ini. Gara-gara Covid-19, udah setahun lebih kita "dipaksa" untuk lebih banyak di rumah dan jaga jarak denga teman-teman dan kerabat kita, mendadak laptop dan sambungan internet yang stabil menjadi dua hal yang esensial karena kerja dari rumah butuh banget dua hal ini.... Trus banyak juga lah cerita-cerita lainnya. Susah maupun senang, gue berharap semua jadi pelajaran yang positif buat kita semua ya...

Ngomong-ngomong soal pelajaran positif, gue juga mau berbagi cerita soal sesuatu yang lumayan mencengangkan, menegangkan, tapi juga surprisingly good buat gue. Seperti judul pos ini, kalian bisa nebak lah ya.... Gue terpaksa menjalani operasi miom. Miom tuh apaan? Kenapa harus dioperasi? Emang bahaya kalo nggak dioperasi? Nah ini yang mau gue ceritain. 

Tapi inget ya, gue cerita lebih ke pengalaman gue sebagai pasien, dengan pengetahuan seadanya yang gue dapet dari penjelasan dokter dan googling, dan kondisi tubuh gue sendiri, jadi subjektif banget dan ga bisa kalian jadikan patokan untuk treatment kalian seandainya kalian mengalami hal serupa dengan gue.

Siap???

Semua berawal dari sekitar Oktober-Desember 2020 lah ya kira-kira. Di tahun 2020, kantor gue memberlakukan full WFH sejak bulan Maret sampai Juli, lalu setiap bagian dibagi 2 tim untuk masuk bergantian seminggu-seminggu. Jadi kalau Tim A minggu ini masuk kantor, Tim B kerja di rumah, dan sebaliknya. Tapi di bulan September, karena mengikuti kebijakan pemerintah, kantor gue full WFH lagi sebulan, baru masuk di Oktober dengan sistem Tim A-Tim B lagi. Selama WFH, gue lebih banyak bekerja duduk di depan laptop dengan jam kerja justru nggak terkontrol. Bahkan Sabtu-Minggu pun dipake buat kerja. Kurang bergerak, makan sekenanya, tidur juga sekenanya ngebikin badan gue menggendut. Banget, terutama di area perut. Gue sempet sih rajin senam ngikutin video-video di Youtube, tapi nggak berkelanjutan juga. Berat gue paling berat mencapai 80 kg. Buset, padahal sebelum adanya Covid-19 ini seinget gue berat badan gue di 74 kg, yang mana udah termasuk obesitas juga untuk tinggi badan gue yang cuma 158 cm. 

Sejak mulai masuk kerja lagi dan menyadari bahwa celana-celana kantor mulai sempit--bahkan ada yang gak muat!!!--gue pun memutuskan untuk mengganti konsumsi nasi dengan shirataki rice, yang bisa dibeli di toko-toko online. Katanya, shirataki rice ini kalorinya cuma 0 kkal bok, jadi bisa banget bantu gue defisit kalori. Gue juga perbanyak makan sayur dan strict makan malam ga lewat dari jam 5 sore. Dengan cepat, berat badan gue turun ke 76 kg. Punuk di bawah leher terasa mengecil, lengan mengecil, kaki mengecil, tapi perut gue kok tetap melendung? Dan keras? Waduh!!! Malah mungkin karena lemak di perut udah menghilang, kerasnya malah terasa abnormal?? Gue lalu mulai menghentikan makan shirataki rice, ngeri juga jangan-jangan gue ketipu beli shirataki plastik, dan plastiknya mengendap di perut gue. Soalnya itu doang alasan paling masuk akal dari mengerasnya perut gue kan? Haduh... ya udahlah gue mulai coba balik makan nasi. Yang terjadi, perut gue membesar kayak orang hamil dan BAB gue nggak lagi padat. Pipis pun nggak tuntas, ngebikin gue sering banget bolak-balik WC. Dan mulai bulan Desember, gue mengalami sakit pinggang dan perut yang amat dahsyat dibanding biasanya pas PMS, di mana gue kalo PMS tuh biasanya nyaris nggak pernah sakit di area situ, paling lebih ke kulit kering dan kayak gejala flu.

Awal Februari 2021, gue akhirnya memberanikan diri buat periksa ke dokter umum di RS Puri Cinere yang dekat rumah. Kenapa lama amat sih baru Februari periksanya? Jadi gini ya.... pekerjaan gue dari akhir tahun itu sedang banyak-banyaknya dan nggak bisa ditinggal, dan otak gue pun memang fokus buat kerja. Kedua, di masa pandemi ini sebenernya gue takut ke rumah sakit karena rumah sakit kan justru tempat berkumpulnya orang sakit yang belum jelas sakit apa kan (makanya mereka ke sana buat periksa). Tapi di awal Februari, kerjaan lagi lumayan berkurang dan perut gue makin besar sampai gue nggak bisa tidur telentang karena kulit perut berasa tertarik banget, jadi gue putuskan sudahlah ke rumah sakit aja pake jaket waterproof dan masker rapat-rapat. Gue milih ke dokter umum karena gue pikir ada masalah di usus gue kan... Lalu gue bertemu dengan dr Ireine. Dokter ini bukan langganan gue, karena gue nggak punya langganan sih, tapi dokter ini beneran ramah dan perhatian banget. Dia kaget pas megang perut gue, tapi dia nggak bisa pastiin apa penyebab kerasnya perut gue. Jadi dia merujuk gue ke bagian radiologi untuk USG. Tapi karena syarat USG adalah harus puasa 8 jam dan bagian radiologi udah mau tutup, gue baru bisa USG besok paginya.

Besok paginya, setelah minum air banyak-banyak dan berasa pengin pipis, gue baru di-USG. Katanya sih biar sekalian ketahuan kondisi kandung kemihnya pas lagi penuh. Ini kan USG buat nyari problemnya di mana ya, jadi akan diliat mulai dari kandung kemih, ginjal, rahim, liver, pokoknya daerah perut situ deh. Dan ketahuan lah kalau sumber mengerasnya perut gue adalah karena ada "massa solid hipoechoik intra abdomen... agaknya berasal dari uterus dengan ukuran sekitar 18,7 x 18,5 x 12,6 cm". Pada hari hasil USG keluar, dr. Ireine lagi nggak praktik di RS Puri Cinere, tapi sungguh ni dokter baik banget. Dia nelepon gue dan bilang kalau dia udah ngeliat hasil USG gue, dan dia menyarankan gue segera cari dokter Ginekolog Onkologi atau yang di belakangnya ada titel SpOG (K). Kebetulan RS Puri Cinere nggak punya dokter ini, jadi gue harus cari di rumah sakit lain. Dia nyaranin nama dokter di beberapa rumah sakit di kota Depok, tapi gue nemu satu dokter di RS Prikasih, yang mana lebih deket dari rumah gue ketimbang rumah sakit di kota Depok, walaupun Cinere itu Depok yaa... Namanya dr. Taufik Zain Sp. OG (K), dan jadwal praktiknya kebetulan di hari itu juga. 

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...